A. Pendahuluan
Islam sebagai agama rahmatan lil 'alamin mula-mula
muncul di mekah kemudian berkembang di Madinah dan beberapa daerah di
sekitarnya. Nabi Muhammad SAW sebagai pembawa risalah Islam lahir dari
keluarga sederhana. Akhlak beliau diakui keluhurannya bukan hanya oleh
keluarga maupun sahabatnya, namun musuh-musuhnya pun mengakui hal itu.
Kebanggaan dan kekaguman keluarga, sahabat dan siapapun yang
mengetahuinya tidak diragukan lagi hingga tiba saatnya beliau dilantik
oleh Allah SWT sebagai Rasulullah pembawa risalah Islam.
Pada saat
itulah mulai bermunculan beberapa asumsi bahwa kemunculan risalah atau
agama baru ini dapat mengganggu tradisi kepercayaan masyarakat Qurays.
Oleh karenanya tidak sedikit dari mereka yang menentang dakwah Nabi
Muhammad tersebut hingga pada akhirnya Beliau dan para sahabat yang
telah mengikuti ajaran Islam hijrah ke Madinah.
Keberadaan Beliau di
Madinah merupakan keuntungan yang besar bagi perkembangan Islam, di
mana kaum "Anshar" sebagai penduduk asli Madinah memang sangat
merindukan kehadiran agama Islam yang Beliau bawa, bahkan mereka sangat
antusias menyambutnya. Selain itu kaum Anshar juga menjadikan kaum
"muhajirin" sebagai saudara-saudara mereka. Dengan keakraban yang
sedemikian besar tumbuhlah Islam di tanah Madinah sebagai agama yang
mengakomodasi semua lapisan masyarakat yang terdiri dari berbagai suku
(kabilah) maupun agama dan kepercayaan, inilah yang oleh Dr. Ahmad Yani
Anshori disebut dengan mempertahankan kepentingan pluralisme, baik
pluralisme kepentingan politik maupun keyakinan .
Perkembangan Islam
semakin pesat terlebih ketika terjadinya fathul Makkah, banyak diantara
penentang-penentangnya dulu kini menjadi pengikut Islam, bahkan menjadi
pembela-pembela Islam di kemudian hari. Meski demikian tidak lantas
menjadikan kaum muslimin dapat dengan mudah mengadakan perluasan wilayah
ke daerah-daerah di sekitar semenanjung Arab.
Pasca wafatnya Nabi
Muhammad SAW pada tanggal 12 Rabiul awal 11 H yang bertepatan dengan
tanggal 8 Juni 632 M penyebaran Islam sempat terhenti, ini dikarenakan
awal pemerintahan Masa Abu Bakar Shiddiq (632-634 M) Khulafau Rasyidin
yang pertama banyak terjadi kemelut didalam pemerintahannya, diantaranya
banyaknya orang-orang yang dianggap murtad dan Nabi-nabi palsu serta
pengemplang zakat. Ditambah lagi masa kekuasaannya yang hanya dua tahun.
Meski
hanya memerintah selama kurang lebih dua tahun, pada masa Khalifah Abu
Bakar Shiddiq ini, ekspansi telah mulai dilakukan ke wilayah Persia
(Irak) dengan mengirim pasukan yang dipimpin oleh Khalid bin Walid yang
dibantu oleh Almutsanna bin Haritsah dan berhasil mengalahkan kerajaan
Manadzirah dan pada tahun 634 M berhasil menduduki kota Hirrah dan Anbar
(Irak). Sementara ke wilayah Suria dikirim pasukan dibawah pimpinan
tiga jenderal yakni Amr bin Ash, Yazid bin Abi Shufyan, dan Syurahbil
bin Hasanah. Bahkan untuk memperkuat pasukan ke Suria ini, Khalid bin
Walid pun diminta untuk meninggalkan Irak dan segera bergabung dengan
ketiga jenderal tersebut. Namun ekspansi ke Suria ini baru berhasil pada
masa Umar bin Khattab.
Pada masa Abu Bakar (634-644 M) telah
dilakukan ekspansi ke wilayah Suria, namun dalam masa itu Abu Bakar
wafat dan khalifah Umar bin Khattab sebagai pengganti Abu Bakar
melanjutkan ekspansi tersebut. Pada tahun 635 M, beberapa kota dapat
dikuasai, antara lain Suria dan Damaskus dan setahun kemudian setelah
tentara Bizantium dapat ditaklukan, seluruh wilayah Suria jatuh ke
tangan Islam. Dengan dikuasainya Suria oleh pasukan Islam, maka kota
tersebut dijadikan basis ekspansi berikutnya, seperti dibawah pimpinan
Amr bin Ash ekspansi dilakukan ke Mesir, dan dibwah pimpinan Sa'ad bin
Abi Waqash ekspansi dilakukan ke Irak yakni Al-Qadisiyah (sebuah kota
dekat Hirrah) dan berhasil dikuasai pada tahun 637 M. Sedangkan ekspansi
ke Mesir baru berhasil menguasai kota Iskandariah (ibu kota Mesir) pada
tahun 641 M .
Setelah jatuhnya Al-Qadisiyah serangan dilanjutkan ke
Al-Madain ibu kota Persia dan dapat di kuasai tahun itu juga. Ibu kota
baru bagi daerah ini adalah Al-Kufah yang pada mulanya merupakan
perkemahan militer Islam di daerah Hirrah. Dengan ekspansi yang
dilakukan pada masa Umar ini kekuasaan Islam meliputi Semenanjung
Arabia, Palestina, Suria, Irak, Persia dan Mesir.
Pada masa Khalifah
Usman bin Affan (644-656 M) ekspansi sempat dilakukan, yakni ke daerah
Tripoli, Ciprus dan beberapa daerah lain, namun ekspansi berhenti
sampai disini . Pada masa Ali bin Abi Thalib (656-661 M) bisa dikatakan
tidak ada ekspansi Islam ke daerah lain, ini dikarenakan pergolakan
politik dalam istana yang sangat kacau.
Berdasarkan uraian di atas,
ekspansi pada masa Khulafau Rasyidin sudah meliputi berbagai wilayah di
semenanjung Arab, Suria (Syiria), Irak, sebagian Persia bahkan Mesir.
Dengan demikian Bani Umayyah kelak akan melanjutkan ekspansi ini ke
wilayah-wilayah berikutnya, dan wilayah yang telah dikuasai Islam ini
menjadi batu loncatan bagi ekspansi Umayyah.
Bani Umayyah sebagai
dinasti yang melanjutkan kepemimpinan umat Islam disebut-sebut sebagai
dinasti yang berhasil mengembangkan sayap-sayap Islam dan menancapkan
Panji-panji Islam ke berbagai daerah, termasuk ke daerah Eropa di bagian
barat. Berdasarkan uraian di atas dapat dirumuskan beberapa masalah
sebagai berikut:
1. Bagaimana proses ekspansi ke Spanyol?
2. Bagaimana politik Bani Umayyah dalam mengadakan ekspansi ke Spanyol?
3. Faktor-faktor apa saja yang mendukung ekspansi tersebut ?
***
B. Ekspansi Islam ke Spanyol
Sebagaimana
disebutkan di atas bahwa perluasan wilayah Islam yang lebih dikenal
dengan istilah ekspansi Islam telah dilakukan oleh Khulafau Rasyidin,
khususnya pada masa Abu Bakar Shiddiq dan Umar bin bin Khattab yang saat
itu telah mencapai beberapa daerah di semenanjung Arab, Suria (Syiria),
Irak, sebagian Persia bahkan Mesir. Sebagaimana diketahui bahwa penerus
dari Khulafau Rasyidin adalah bani Umayyah, maka pada masa inilah
beberapa hal mulai dilakukan. Baik penataan pemerintahan, maupun
ekspansi.
PARA KHALIFAH BANI UMAYYAH DI DAMASKUS
1. Muawyah bin Abi Shufyan 41-60 H/ 661-680 M
2. Yazid bin Muawiyah 60-64 H/ 680-683 M
3. Muawiyah bin Yazid (Muawiyah II) 64-64 H/ 683-684 M
4. Marwan bin Hakam 64-65 H/ 684-685 M
5. Abdul Malik bin Marwan 65-86 H/ 685-705 M
6. Al Walid bin Abdul Malik 86-96 H/ 705-715 M
7. Sulaiman bin Abdul Malik 96-99 H/ 715-717 M
8. Umar bin Abdul Aziz (Umar II) 99-101 H/ 717-720 M
9. Yazid bin Abdul Malik (Yazid II) 101-105 H/ 720-724 M
10. Hisyam bin Abdul Malik 105-125 H/ 724-743 M
11. Al Walid bin Yazid Al Walid II) 125-126H/ 743-744 M
12. Yazid bin Al Walid (Yazid III) 126 H 744 M
13. Ibrahim bin Al Walid 126-127 H/ 744-744 M
14. Marwan bin Muhammad (Marwan II) 127-132 H/ 744-750 M
Pada
saat Muawiyah naik tahta, ibu kota kerajaannya berpusat di provinsi
Suriah, Damaskus. Namun demikian masih ada persoalan politik yang belum
tuntas, yakni yang berhubungan dengan keluarga dan pengikut Ali Bin Abi
Thalib walaupun Amr bin Ash sebagai tangan kanan Muawiyah berhasil
mengalahkan gubernur Mesir yang loyal kepada Ali Bin Abi Thalib.
Disamping itu tantangan lainnya adalah masyarakat Mekah dan Madinah yang
tidak mau tunduk kepada Muawiyah, karena Muawiyah dianggap sebagai
orang yang baru saja memeluk Islam, yakni pada saat Fathul Makkah.
Selain itu ada konflik juga dengan kelompok Zubeir.
Dengan
kepiawaian Muawiyah ia dapat mengendalikan stabilitas politik dan
melanjutkan missinya, yakni mengadakan ekspansi ke daerah-daerah lain,
diantaranya ekspansi ke Afrika Utara yang dipimpin oleh Uqbah bin Nafi',
ke sebelah timur pasukan Islam berhasil menaklukan Khurasan, dari
Bashrah menyeberangi sungai Oxus dan meyerbu Bukhara di Turkistan.
Uqbah
yang diutus oleh Mawiyah pada tahun 50 H atau sekitar 670 M bersama
10.000 tentara menuju Afrika dan berhasil menaklukan orang-orang Barbar
yang kemudian banyak bergabung dengan pasukan Uqbah. Uqbah kemudian
diangkat menjadi gubernur Afrika yang sebelumnya Afrika masuk dalam
kekuasaan gubernur Mesir. Namun Uqbah diturunkan dari jabatannya dan
digantikan oleh Abu Al Muhajir . Pada tahun 681 M ia diangkat menjadi
panglima yang melakukan ekspedisi besar ke barat yang diberitakan sampai
Atlantik, namun dalam perjalanan pulang ia disergap dan dibunuh oleh
Kusaylah seorang Barbar, hingga akhirnya orang-orang Barbar kembali
menguasai Afrika Utara. Namun demikian terjadi perpecahan di antara suku
Barbar yang pada akhirnya menguntungkan pasukan Islam dibawah komando
gubernur Afrika Utara Hasan bin Nu'man dengan menumpas mereka pada tahun
702 M. dan banyak kemudian yang memeluk Islam. Hasan bin Nu'man
diangkat menjadi gubernur Afrika Utara oleh khalifah bani Umayyah ke-5
Abdul Malik bin Marwan (685-705 M).
Pada saat Khalifah Umayyah
dijabat oleh Alwalid bin Abdul Malik (705-715 M) gubernur Afrika Utara
dijabat oleh Musa bin Nusayr. Musa bin Nusayr mengadakan perluasan
wilayah dengan menyerang Aljazair dan Maroko dan kemudian mengangkat
Tariq bin Ziyad sebagai wakil di daerah itu disamping membersihkan
sisa-sisa pemberontak Barbar di pegunungan.
Dengan dikuasainya
Aljazair dan Maroko, maka semakin terbukalah pintu ekspansi ke daerah
Spanyol (setelah dikuasai Islam lebih dikenal dengan nama Andalusia).
Dalam proses penaklukan Spanyol ada tiga pahlawan Islam yang paling
berjasa dalam satuan-satuan pasukan ke sana. Mereka adalah Tharif bin
Malik, Thariq bin Ziyad dan Musa bin Nusayr. Tharif bertindak sebagai
perintis dan penyelidik sebelum mengadakan serangan dalam jumlah besar.
Ia meyeberang selat yang ada antara Maroko dan Eropa dengan satu
pasukan. 500 orang diantaranya pasukan berkuda. Tharif beserta
pasukannya menyeberang selat dengan menggunakan empat buah kapal yang
disediakan oleh Julian. Dalam pertempuran yang dialami Tharif tidak
mengalami kesulitan yang berarti, bahkan ketika ia kembali ke Afrika
Utara ia banyak membawa harta rampasan perang.
Pahlawan Islam yang
berjasa berikutnya adalah Thariq bin Ziyad. Thariq adalah budak Barbar
yang mana suku barbar merupakan penduduk mayoritas di Afrika. Berawal
dari kemenangan sebelumnya yang diraih oleh Tharif, pada tahun 711 M.
Musa bin Nusayr memerintahkan Thariq untuk mengadakan serangan
berikutnya ke Spanyol dengan membawa 7.000 pasukan. Pasukan tersebut
sebagian besar terdiri dari orang-orang Barbar yang didukung oleh Musa
bin Nusayr dan sebagian lainnya adalah pasukan Arab yang dikirim oleh
khalifah Al-Walid. Thariq menyeberangi selat dan berlabuh disebuah bukit
karang yang kemudian diberi nama Jabal Thariq (Gibraltar) , bahkan
sampai saat ini selat yang mereka seberangi itupun diberi nama selat
Gibraltar.
Sesampainya di sana Thariq membakar kapal-kapal yang
mereka gunakan untuk menyeberang, ini dilakukan sebagai motivasi heroik
Thariq dalam melakukan penyerangan. Orasi Thariq digubah oleh Iqbal
dalam sebuah karya puisi yang berjudul "Piyam-i- Mashriq":
"Tatkala
Thariq membakar kapal-kapalnya di Andalusia (Spanyol),
prajurit-prajuritnya mengatakan, tindakannya tidak bijaksana. Bagaiman
mereka bisa kembali ke negeri asal mereka, dan perusakan peralatan
adalah pertentangan dengan hukum Islam. Mendengar itu semua Thariq
menghunus pedangnya, dan meyatakan bahwa setiap negeri kepunyaan Allah
demikian juga kampung halaman kita"
Menurut M. Thohir, sebagaimana
dikutip oleh Didin Saefudin Buchori, bahwa Thariq berorasi dihadapan
pasukannya sesaat setelah mendarat dengan ucapan sebagai berikut:
"Saudara-saudara
sekalian, kita sekarang berada dalam dua pilihan, menang atau mati. Di
belakang kita terbentang lautan sedangkan di hadapan kita lawan sudah
menghunus pedang. Tiada lagi jalan mundur. Barangsiapa lapar, ambillah
makanan yang tersedia di tangan lawan, dan barangsiapa yang membutuhkan
senjata, ambillah dari angan lawan"
Dicambuk oleh kata- Thariq
tersebut, seluruh pasukan bersatu padu dengan semangat yang luar biasa.
Ketika Thariq mendapat tambahan pasukan sebanyak 5.000 sehingga total
mencapai 12.000 pasukan namun masih tidak sebanding dengan pasukan
kerajaan Ghotik dibawah raja Roderik yang mencapai 100.000 orang. Meski
demikian, dengan semangat yang luar biasa pasukan Thariq dapat
melumpuhkan raja Roderik dan pengikutnya di dekat sungai Lekkah (Wadi'
Bakkah), orang Spanyol menyebutnya Barbate . Dengan kemenangan ini
panji-panji Islam mulai di kibarkan di belahan bumi bagian barat.
Selanjutnya
Thariq melajutkan perjalanan melintasi kota-kota yang cukup mudah dan
tidak ada perlawanan berarti. Ia menuju Toledo. Pasukan lainnya
masing-masing menyerang Arkidona, Elvira (dekat Granada). Pasukan
lainnya dibawah komando Mughith Al-Rumi (orang Romawi) menyerang Kordova
kota masa depan umat Islam dapat dikuasai setelah dua bulan diadakan
pengepungan. Penyerangan ke Malaga tidak mendapat perlawanan berarti.
Toledo merupakan ibu kota kerajaan Ghotik juga dapat dikuasai. Sedangkan
kota Sevilla yang dikelilingi benteng kuat dihindari.
Mendengar
berita kemenangan yang dialami oleh panglimanya, pada bulan Juni 712 M.
Musa bin Nusayr turut serta mengadakan penyerangan ke Spanyol. Tujuannya
adalah untuk menyerang kota-kota yang dihindari oleh Thariq,
diantaranya adalah Medina Sidon dan Carmona. Sedangkan Sevilla kota
terbesar Spanyol yang pernah menjadi ibu kota Romawi baru dapat
dikuasai sekitar setahun kemudian, yakni pada bulan Juni 713 M.
Musa
dan Thariq melanjutkan penyerangan ke wilayah Aragon, yakni Castilla
dan Katalonia. Keduanya juga berhasil menguasai Saragosa dan Barcelona
dan terus bergerak hingga tiba di pegunungan Pyrenees (pegunungan yang
memisahkan Spanyol dan Perancis). Hanya pegunungan bagian barat laut
yang tidak dikuasai, di sana tempat bersembunyi tokoh dan pembesar
bangsa Ghotik . Mereka bersembunyi dan menyusun kekuatan di sana selama
500 tahun hingga akhirnya menjadi sebuah kekuatan yang kelak mengusir
Islam dari tanah Spanyol tersebut.
Dalam penaklukan berikutnya hanya
dilakukan oleh pasukan yang dipimpin oleh Musa bi Nusayr sendiri, ia
menaklukan bagian selatan Perancis sekarang, dan terus bergerak hingga
berhasil menaklukan Konstantinopel. Belum lagi ia sempat melakukan
penaklukan berikutnya ia diperintahkan menghadap Khalifah Al-Walid di
Damaskus. Sebelum ia meninggalkan Spanyol ia mengangkat anaknya yakni
Abdul Aziz bin Musa sebagai gubernur (wali) di Spanyol dan putera yang
lain Abdullah bi Musa menjadi gubernur di Afrika .
Sejak Abdul Aziz
bin Musa bin Nusayr menjadi gubernur Andalus menggantikan ayahnya yang
kembali ke Damaskus, ia mulai menyusun dan menata sistem pemerintahan
dan menyediakan dana khusus untuk menyusun hukum syara' dan kondisi
masyarakat. Ia juga mencurahkan perhatiannya pada sektor pertanian dan
membangun jalan-jalan, meringankan beban pajak dari sebelumnya yang amat
besar yang ditarik oleh kerajaan Ghotik. Abdul Aziz bin Musa juga
menganjurkan kepada umat Islam Arab agar toleransi terhadap penduduk
pribumi, serta melakukan persamaan hak sebagai warga Spanyol tanpa
memandang suku bahkan agama. Bahkan ia menikahi janda Roderik, dan
inilah menurut sebagian sejarawan perkawinan pertama antara Muslim
dengan wanita Spanyol. Namun keadilannya itu dimanfaatkan oleh
musuh-musuhnya dari kelompok kristen untuk menggulingkannya dengan
memfitnah Khalifah Sulaiman bin Abdul Malik di Damaskus dengan dalih
bahwa Abdul Aziz bin Musa akan menuntut Khalifah atas apa yang menimpa
ayahnya sepulang dari Spanyol. Atas dasar fitnah itulah diprovokasi
tentara Spanyol untuk menghabisi Abdul Aziz bin Musa. Setelah Abdul Aziz
bin Musa tewas, diangkatlah Muhammad bin Yazid sebagai pengasa Afrika
dan Spanyol.
Sepanjang perjalanan sejarah Islam di Spanyol yang
berkuasa sekitar 9 abad, 7 abad masa kestabilan dan 2 abad masa
kemunduran. Kemajuan dan kemakmuran tidak diragukan lagi, bahkan di
sana menjadi pusat kebudayaan Islam dan kajian keilmuan bagi semua
lapisan masyarakat baik Islam, Kristen maupun yahudi yang tersebar di
beberapa kota seperti Universitas Kordoba, Toledo dan Sevilla Hingga
kemundurannya sekitar abad ke-13 dan kehancurannya pada awal abad ke-17.
Menurut
beberapa sejarawan kekuasaan Islam di Spanyol dibagi ke dalam enam
periode. Pertama berlangsung dari tahun 711-755 M, di mana Spanyol di
bawah pemerintahan para wali (gubernur) yang diangkat oleh khalifah di
Damaskus. Dalam periode ini terjadi 20 pergantian wali akibat perebutan
otoritas penguasa Spanyol antara khalifah di Damaskus dengan gubernur
Afrika Utara. Hal ini diperparah dengan perseteruan antar etnis, yakni
bangsa Barbar dari Afrika Utara dan Arab di Damaskus.
Periode kedua
dari tahun 755-912 M. Periode ini ditandai dengan masuknya Abdurrahman
Addakhil (cucu Umayyah) sebagai penguasa Spanyol dan menjadi amir yang
merdeka pada tahun 756 M. Ia menjadi seteru bani Abbas di Baghdad. Sejak
itulah Dinasti Umayyah II berdiri dengan Kordoba sebagai ibu kotanya.
Awal pemerintaha Abdurrahman ini ditandai dengan
pemberontakan-pemberontakan bangsa Barbar yang memang telah berseteru
dengan bangsa Arab sebelumnya. Selain itu Abdurrahman juga menghadapi
koalisi yang cukup besar dari kelompok bangsa Arab sendiri yang telah
lama berada di Spanyol.
Periode ketiga dari tahun 912-1013 M. Periode
ini ditandai dengan penggunaan gelar An-Nashir oleh Abdurrahman III
hingga munculnya raja-raja kelompok (muluku ath-thawaif).
Perode
keempat dari tahun 1013-1086 M. Periode ini ditandai oleh terpecahnya
kekuasaan Islam di Spanyol ke dalam lebih dari 30 raja-raja kecil atau
muluku ath-thawaif . hal inilah yang menyebabkan kelemahan Islam hingga
pasukan Kristen mulai menyusun strategi dan kekuatan untuk menggempur
Islam di Spanyol.
Periode kelima dari tahun 1086-1248 M. Pada masa
ini muncul dua kerajaan Islam yang dapat diperhitungkan, yakni
Al-Murabbitun dan Al-Muwahhidun.
Periode keenam dari tahun 1248-1492
M. Pada masa ini muncul tanda-tanda kehancuran Islam Spanyol. Pada masa
ini hanya Dinasti Ahmar di Granada yang berkuasa pada tahun 1232-1492.
pada masa-masa ini kekeuatan Kristen telah kuat, sebaliknya Islam
terpecah belah karena adu domba dan intervensi istana oleh kerajaan
Kristen di bawah raja Ferdinand dan Isabella, hingga kehancuran tinggal
menunggu waktu saja .
Menurut Harun Nasution bahwa diantara sebab
kemunduran dan keruntuhan Islam di Spanyol adalah timbulnya peperangan
antara dinasti-dinasti Islam dengan raja-raja Kristen yang ada di sana.
Raja-raja kristen menggunakan politik adu domba yang mengakibatkan
dinasti Islam tercerai-berai sedangkan mereka bersatu dan menyusun
kekuatan, hingga satu persatu dinasti-dinasti Islam dilumpuhkan. Pada
tahun 1238 Cordova jatuh ke tangan Kristen, menyusul Sevilla di tahun
1248 dan Granada di tahun 1491. Orang-orang Islam dihadapkan pada dua
pilihan, masuk Kristen atau keluar dari Spanyol, sehingga pada tahun
1609 dapat dikatakan Islam lenyap dari bumi Spanyol. Orang-orang Islam
yang memegang teguh agamanya sebagian besar mereka pindah ke kota-kota
di pantai Afrika Utara . Kini panji-panji Islam telah hilang dari bumi
Spanyol dan hanya menjadi catatan sejarah. Catatan yang membuat bangga
generasi yang Islam saat ini namun entah sampai kapan akan mampu untuk
bangkit kembali.
***
C. Politik Bani Umayyah dalam Ekspansi ke Spanyol
Muawiyah
bin Abi Shufyan adalah seorang dari bangsa Arab yang menjadi Khalifah
pertama dan pendiri dari Bani Umayyah. Ia dikenal sebagai seorang
politikus yang cerdik, tepat dalam planing urusan dunia, bijaksana, dan
sebagai seorang pujangga . Dalam sebuah riwayat, Muawiyah adalah seorang
khalifah yang luar biasa. Ia menghindari kekerasan jika memang tidak
diperlukan. "aku tidak akan menggunakan pedang" ujarnya, "ketika cukup
menggunakan cambuk, dan tidak akan menggunakan cambuk jika cukup dengan
lisan. Sekiranya ada ikatan setipis rambut sekalipun antara aku dan
sahabat-sahabatku, maka aku tidak akan membiarkannya lepas; saat mereka
menariknya dengan keras, aku akan melonggarkannya, dan ketika mereka
mengendorkannya, aku menariknya dengan keras" .
Pada masa Muawiyah
berkuasa, perhatian umat Islam diarahkan untuk mengadakan ekspansi ke
bagian uatara dan barat, dimana imperium Romawi timur suka mengadakan
penyerangan ke kawasan kaum Muslimin yang berbatasan dengannya. Untuk
itu Muawiyah menyusun angkatan perangnya, baik angkatan darat maupun
angkatan laut . Semangat Muawiyah dalam mengadakan ekspansi terlihat
khususnya pada tahun 48 H. Ia mengadakan persiapan dan penyerangan ke
Konstantinopel melalui darat dan laut. Komandan kali ini adalah Sufyan
bin Auf. Selain Sufyan bin Auf, Abdullah bin Abbas, Abdullah bin Umar,
Abdullah bin Zubair, dan Abu Ayub Al Anshari turut serta dalam pasukan
tersebut. Sesampai di konstantinopel, pasukan ini dihadang oleh tentara
Romawi dengan kuat, sehingga pasukan kaum muslimin tidak dapat
mengalahkan mereka. Bahkan Abu Ayub Al Anshari tewas dalam pertempuran
tersebut. Akhirnya pasukan kaum muslimin kembali ke Syam setelah banyak
pasukan Muslim gugur di medan perang dan kapal-kapal yang mereka gunakan
dibakar oleh orang-orang Yunani .
Kekalahan yang dialami tidak
membuat Muawiyah patah semangat, bahkan ia membuat strategi baru dengan
menguasai daerah-daerah yang lebih dekat dengan kota-kota sasaran, yakni
dengan mengutus Uqbah bin Nafi' untuk menguasai Afrika Utara.
Sebagaimana telah dijelaskan di atas, bahwa dari Afrika Utara inilah
diadakan penyerangan-penyerang ke daerah barat hingga Spanyol.
Khalifah
kedua dari bani Umayyah adalah Yazid bin Muawiyah. Pengangkatan Yazid
sebagai putera mahkota hingga menjadi khalifah bermula dari rencana
Muawiyah memecat Al Mughirah gubernur Kufah yang akan digantikan oleh
Sa'id bin Ash. Kemudian berita itu sampai kepada Al Mughirah. Maka Al
Mughirah pun segera menemui Yazid bin Muawiyah seraya berkata :
"sesungguhnya para sahabat Rasulullah telah berpulang ke Rahmatullah,
begitu pula para tokoh Qurays yang berpengaruh, sedangkan sekarang
tinggal puteranya, sedangkan engkau di antara mereka dan merupakan yang
paling utama, paling jitu pemikirannya, paling banyak mengetahui As
Sunah, serta mengetahui di bidang politik. Aku tidak tahu alasan apa
yang menyebabkan amirul mukminin tidak mengangkat engkau sebagai putera
mahkota agar menjadi khalifah sesudahnya". Yazid bertanya: "engkau yakin
akan hal itu?". Al Mughirah menjawab: "ya".
Pernyataan Al Mughirah
tersebut telah meracuni pikiran Yazid, hingga akhirnya terdengar oleh
Muawiyah. Lalu Muawiyah bertanya kepada Al Mughirah:" apa yang telah
engkau katakan kepada Yazid?". Al Mughirah menjawab: "wahai amirul
mukminin, sesungguhnya aku telah menyaksikan pertumpahan darah dan
perselisihan sepeninggal Utsman. Alangkah baiknya Engkau mewariskan
kekhalifahan kepada Yazid. Sungguh Yazid lebih berhak menjadi putera
mahkota dan menjadi khalifah sepeninggalanmu nanti. Sampaikanlah hal ini
kepadanya dan kepada masyarakat luas, bahwa langkah ini diambil demi
menghindari pertumpahan darah". Muawiyah bertanya: "siapa yang akan
mendukung?". Al Mughirah menjawab: "Aku dan penduduk Kufah akan
mendukungmu" . Dengan demikian disampaikanlah keputusan untuk mengangkat
Yazid sebagai putera mahkota kepada masyarakat luas. Banyak yang
mendukung dan ada pula yang menolak.
Maka pada saat Muawiyah
meninggal, masyarakat luas membaiat Yazid sebagai khalifah, kecuali
Husein bin Ali, Abdullah bin Zubair,Abdullah bin Abbas, dan Abdullah bin
Umar. Kemudian Al Walid memerintahkan Al Walid bin 'Utbah sebagai
gubernur Madinah, agar mereka membaiatnya. Ternyata Abdullah bin Abbas
dan Abdullah bin Umar membaiatnya, sedangkan Abdullah bin Zubair
melarikan diri ke Mekkah . Meski mendapat penolakan dari beberapa tokoh,
namun kenyataanya ia menjadi khalifah bani Umayyah selama kurang lebih
tiga tahun. Pada masa pemerintahannya belum ada ekspansi yang berarti ke
Spanyol.
Ekspansi ke Spanyol mulai terbuka ketika khalifah bani
Umayyah keenam Al Walid bin Abdul Malik mengangkat Musa bin Nusayr
sebagai gubernur Afrika Utara. Di sana ia bersama Thariq bin Ziyad
mengadakan beberapa perluasan sebagaimana telah dijelaskan di atas. Hal
yang menarik adalah fenomena Thariq bin Ziyad yang menjadi penakluk
Spanyol adalah budak dari Musa bin Nusayr. Sedangkan Musa bin Nusayr
yang menjadi gubernur Afrika Utara dan menjadi panglima perang bersama
Thariq di Spanyol adalah seorang budak dari Abdul Aziz bin Marwan.
Pada
masa Al Walid bin Abdul Malik inilah Thariq berhasil menaklukan
Spanyol. Keberhasilan Thariq yang luar biasa membuat Musa bin Nusayr
khawatir jika Thariq kelak menguasai banyak daerah dan menjadi penguasa
di daerah yang ia taklukan. Itulah sebabnya Musa meminta Thariq
menghentikan ekspansi. Namun Thariq tetap bergerak melakukan penyerangan
ke daerah-daerah lain, hingga Musa tiba dan menghukum Thariq mencambuk
dan memenjarakannya. Dalam penjara Thariq mengirim surat ke Khalifah
hingga khalifah membebaskannya dan terus berjuang bersama Musa .
Keberhasilan
Musa dan Thariq membuat Khalifah Al Walid khawatir akan ambisi Musa
menjadikan Spanyol sebagai kekuasaanya. Untuk itulah Al Walid mengirim
surat agar keduanya kembali ke Damaskus. Kemudian Musa dan Thariq
kembali ke Damaskus. Ketika Musa masih dalam perjalanan ke Damaskus, Al
Walid bin Abdul Malik jatuh sakit dan Sulaiman bin Abdul Malik, saudara
dari Al Walid bin Abdul Malik yang telah dinobatkan sebagai putera
mahkota meminta Musa agar memperlambat perjalanannya, sehingga harta
rampasan perang tidak jatuh ke tangan Al Walid. namun Musa dan Thariq
tidak mengindahkannya hingga tiba di Damaskus dan bertemu Al Walid. Maka
ketika Al Walid wafat, Sulaiman dendam dan menghukum Musa bin Nusayr .
Harta
rampasan perang yang dibawa oleh Musa beserta pasukannya sangat luar
biasa. Pada tahun 715 Musa memasuki Damaskus dengan diiringi 400
pangeran dan perwira raja Ghotik, yang semuanya menggunakan mahkota dan
korset dari emas serta pakaian berhiaskan batu permata. Kedatangannya
begitu bergengsi dan megah dan merupakan gelombang pasang sejarah Islam.
Mereka disambut oleh khalifah di pelataran Masjid dengan luar biasa.
Untuk pertama kalinya ribuan bangsawan barat dan ribuan tawanan bangsa
Eropa terlihat memberi penghormatan kepada pemimpin kaum beriman. Mereka
membawa sebuah meja besar yang menjadi kebanggaan raja-raja Ghotik,
meja yang terbuat dari beberpa permata dan perhiasan.
Inilah yang
kemudian membuat penerus Al Walid bin Abdul Malik, Sulaiman bin Abdul
Malik marah dan menghukum Musa bin Nusayr. Musa dihukum bahkan ada
riwayat ia dijemur di bawah terik matahari serta disita seluruh
fasilitasnya hingga ia betul-betul menjadi terhina, bahkan pada masa
tuanya sang jenderal besar dari Afrika dan penakluk Spanyol itu menjadi
pengemis di kawasan Hijaz, tepatnya di Wadi' Al Qura . Inilah hukuman
yang juga pernah dirasakan oleh Thariq bin Ziyad ketika tidak
menindahkan titah Musa sang atasan, dan kini Musa pun merasakannya.
***
D. Faktor-faktor yang Mendukung Ekpansi ke Spanyol
Keberhasilan
Ekspansi (perluasan wilayah kekuasaan Islam) pada masa Bani Umayyah ke
berbagai daerah di samping faktor internal khalifah-khalifah yang memang
ahli di bidang politik, juga karena faktor-faktor eksternal, yakni
kondisi-kondisi di daerah sasaran ekspansi.
Menurut Harun Nasution, setidaknya ada tujuh faktor yang mendukung suksesi ekspansi ke berbagai daerah, yaitu:
1.
Islam tidak hanya mengandung ajaran yang mengatur hubungan manusia
dengan Tuhan dan sesama manusia, namun Islam agama yang mementingkan
soal pembentukan masyarakat yang berdiri sendiri lagi mempunyai sistem
pemerintahan, undang-undang dan lembaga-lembaga sendiri. Islam tidak
sama dengan agama-agama lain, ia segera dalam sejarah mengambil bentuk
negara yang kian hari kian meluas daerahnya;
2. Para sahabat Nabi
meyakini bahwa menyebarkan ajaran Islam adalah sebuah kewajiban.
Disamping itu kebiasaan bangsa Arab sebelum Islam adalah gemar
berperang, sehingga bertemulah antara sebuah keyakinan menyebarkan
ajaran Islam dengan kebiasaan berperang;
3. Terjadi konflik dan
kekacauan dalam daerah-daerah yang menjadi sasaran ekspansi, seperti di
Persia terjadi persaingan antara anggota keluarga raja di samping ada
perbedaan pemahaman agam. Di Bizantium terjadi perpecahan soal
kepercayaan dalam Kristen antara kepercayaan versi pemerintah dan versii
Gereja, sedangkan di Andalus terjadi permusuhan antara Yulian (gubernur
Romawi di Bizantium) dengan Roderik (kerajaan Visighot). Roderik
sendiri bersengketa dengan saudaranya sendiri yaitu Witiza. Oleh
karenanya Yulian dan Witiza mendukung ekspansi ke Spanyol;
4.
Raja-raja yang berkuasa di daerah-daerah berwatak kejam, seperti apa
yang di alami oleh masyarakat di Spanyol, ia tertekan dengan beban pajak
kepada penguasa Bizantium, maupun yang berada di bawah kekuasaan
Ghotik;
5. Sebaliknya Islam datang dengan ajaran yang lebih pluralis,
melindungi penganut agama lain yang telah lama dianut oleh masyarakat
setempat, hanya saja mewajibkan mereka membayar jizyah sebagai pajak
yang tidak memberatkan;
6. Di beberapa daerah, secara geologis lebih berafiliasi ke bangsa Arab dari pada ke bangsa Eropa Bizantium;
7.
Beberapa daerah yang berhasil dikuasai memilikiki kekayaan yang
berlimpah, seperti Mesir, Suriah dan Irak. Sehingga umat Islam lebih
leluasa dalam melakukan ekspansi dengan bea yang cukup .
Faktor-faktor
eksternal yang secara jelas mendukung ekspansi ke Spanyol adalah
kondisi Spanyol saat itu. Dimana Spanyol pada waktu itu dikuasai oleh
pemerintahan Romawi (Yulian sebagai gubernur Bizantium) dan kerajaan
Ghotik yang berasal dari Jerman. Diantara raja-raja Ghotik adalah raja
Roderik yang memiliki saudara Witiza yang didukung oleh Oppas dan
Achilla. Raja Roderik dianggap merebut tahta Witiza, sehingga diantara
keduannya terjadi permusuhan dan peperangan. Selain itu Roderik juga
mendapat perlawanan dari Yulian. Ini berawal dari sebuah riwayat dimana
putri Yulian yang dititipkan pada Roderik untuk diberi pelajaran dan
pengetahuan ternyata dinodai oleh Roderik. Sehingga peperangan pun
berkobar hingga pada akhirnya Yulian meminta bantuan kepada pemimpin di
Afrika Utara ketika itu dibawah gubernur Musa bin Nusayr. Bahkan ia
meminjamkan kapal-kapal untuk pasukan kaum muslimin ke Spanyol guna
menyerang Roderik. Pasukan dari Romawi pun turut berjuang mengepung
Kordova selama dua bulan hingga kota masa depan umat Islam ini dikuasai.
Selain itu kelompok Witiza juga mendukung penyerangan Islam ke Spanyol
untuk bersama-sama mengalahkan Ghotik .
Dukungan terhadap ekspansi
umat Islam juga datang dari masyarakat kelas bawah di Spanyol. Mereka
merasa bosan dengan perlakuan penguasa mereka yang bertindak
sewenang-wenang. Pada awalnya Spanyol merupakan daerah yang cukup aman,
namun setelah Ghotik berkuasa, masyarakat membencinya. Dimana penguasa
membuat aturan yang memihak pemerintah semata dengan bermewah-mewahan.
Di sektor perindustrian dan pertanian dibiarkan diurus oleh para budak
yang terhina dan menderita disamping beban pajak yang sangat
memberatkan. Tindakan dzalim ini juga diikuti oleh kalangan agamawan
Kristen, dimana mereka hanya mementingkan kepantingan pribadi dan
golongan. Sebagaimana diketahui bahwa penduduk Yahudi di Spanyol
merupakan penduduk yang sangat banyak, namun kaum agamawan Kristen
menggeser posisi mereka bahkan pada tahun 612 M ada dekrit dari penguasa
Ghotik terhadap keharusan masuk Kristen kepada mereka hingga pada
akhirnya kaum Yahudi mengadakan perlawanan dan pemberontakan. Kaum
Yahudi tidak perduli dengan penguasa. Siapapun penguasanya, termasuk
ketika Witiza berkuasa, mereka hanya ingin bebas dari perlakuan
diskriminatif, demikian pula para budak .
***
E. Kesimpulan
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:
1.
Perluasan wilayah kekuasaan Islam atau yang lebih dikenal dengan
ekspansi Islam telah dilakukan sejak masa Khulafau Rasyidin, yakni pada
masa Abu Bakar Shiddiq, Umar bin Khattab dan Utsman bin Affan, sedangkan
pada masa Ali Bin Abi Thalib dapat dikatan tidak ada ekspansi karena
kemelut politik.
Ekspansi secara besar-besaran kemudian terjadi saat
bani Umayyah memerintah. Khususnya pada masa Al Walid bin Abdul Malik.
Dimana ia mengangkat Musa bin Nusayr sebagai gubernur Afrika Utara. Musa
bin Nusayr pun mengangkat budaknya yang bersuku Barbar Thariq bin Ziyad
sebagai panglima perang. Pasukan Thariq menyeberang selat yang
membentang antara Afrika Utara dan Spanyol dan mendarat di Gibraltar dan
kemudian mengadakan beberapa penyerangan yang spektakuler dan membuat
atasannya iri lalu turut serta turun ke lapangan hingga Islam
betul-betul menyebar di tanah Spanyol.
2. Keberhasilan Islam menembus
Spanyol tidak terlepas dari peranan Khalifah-khalifah di Damaskus,
diantaranya Muawiyah dan Al Walid bin Abdul Malik. Muawiyah sebagai
pionir Bani Umayyah pernah menyerang Konstantinopel namun gagal,
sehingga ia mengutus 'Utbah untuk menguasai Afrika dan terus-menerus
Afrika dikuasai Islam hingga diangkatnya Musa bin Nuasayr di sana.
Sementara
Al Walid bin Abdul Malik berperan sebagai pendukung utama ekspansi ke
Spanyol, ini terbukti dengan penambahan pasukan terhadap pasukan Thariq
yang telah lebih dulu sampai di sana. Meski pada akhirnya Al Walid
khawatir dengan keberhasilannya itu akan membuat perpecahan kekuasaan
Islam. Oleh karenanya menjelang ia wafat Thariq dan Musa diperintahkan
kembali ke Damaskus. Namun malang nasib Musa dan Thariq, sekembalinya ke
Damaskus, oleh khalifah Sulaiman keduanya dihinakan, bahkan Musa
menjadi fakir. Sungguh nasib jenderal besar yang malang.
3.
Keberhasilan ekspansi Islam ke Spanyol tidak terlepas dari beberapa
faktor, baik faktor internal maupun ekstenal. Diantaranya adalah karena
kehebatan strategi khalifah dan kepiawaian panglima perang di medan
tempur.
Faktor lainnya adalah kondisi masyarakat di Spanyol.
Masryarakat Spanyol diperlakuakan kejam dan dzalim oleh raja-raja yang
berkuasa di sana, diantaranya adalah raja Roderik. Disamping itu beberpa
penguasa di Spanyol terpecah kedalam tiga kelompok. Yakni kelompok
kerajaan Romawi di Bizantium dengan raja Yulian, kelompok Raja Roderik
dari kerajaan Ghotik dan kelompok Witiza yang digulingkan dari
kekuasaannya oleh Roderik, saudaranya sendiri. Dengan demikian baik
Yulian maupun Witiza mendukung Islam menghancurkan Roderik dan di dukung
masyarakat yang tertindas, dengan demikian mudahlah Islam menancapkan
panji-panji kekuasaanya di bumi Spanyol.
***
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, Jamil, Seratus Muslim Terkemuka, (Jakarta, Pustaka Firdaus, 2009)
Anshori, Ahmad Yani, Tafsir Negara Islam, (Yogyakarta, Siyasat Press, 2008)
Buchori, Didin Saefuddin , Sejarah Politik Islam,( Jakarta, Pustaka Intermasa, 2009)
Hasan,Hasan Ibrahim, Sejarah Kebudayaan Islam 2,edisi Indonesia (Jakarta, Kalam Mulia, 2006)
Hitti, Philip K., History Of The Arabs, Terj. R. Cecep Lukman Yasin dan Dedi Slamet Riyadi, (Jakarta, Serambi, 2002)
Nasution, Harun, Islam: ditinjau dari berbagai aspeknya, Jilid I, (Jakarta, UI Press, 2008)
Sya'labi, A., Sejarah & Budaya Islam 1, cet iv, (Jakarta, Pustaka Alhusna Baru, 2003)
Yatim, Badri, Sejarah peradaban Islam, (Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2008)
Watt, W. Montgomery, Kejayaan Islam: Kajian Kritis dari Tokoh Orientalis, (Yogyakarta, PT. Tiara Wacana Yogya, 19